Pages

Minggu, 25 Agustus 2013

(Bukan) Kisah Nyata...

Alkisah ada sebuah keluarga yang sedang merayakan ulang tahun sang Nenek. Keluarga yang hadir lumayan banyak, mulai dari anak, menantu, cucu bahkan kedua adiknya dan keponakan-keponakan sang Nenek. Perayaan ini seharusnya menjadi momen spesial dan bahagia. Ini adalah ulang tahun sang Nenek, tentu saja ini momen yang bahagia. Harusnya hanya ada bahagia saat itu.

Singkat cerita, ada sesi dimana semua orang yang hadir disitu diharuskan mengucapkan 1-2 kalimat (atau 1 novel kalau bisa) kesan/pesan/ucapan selamat/harapan atau apapun kepada sang Nenek yang berulang tahun. Satu persatu pun mulai mengungkapkannya melalui kata-kata. Tampak juga rasa haru dan suara yang seperti-menahan-tangis seraya mengucapkan kata-kata tersebut. Semua tampak indah, sampai satu orang mulai... mengacaukannya.


"Saya selalu ke sini setiap hari jumat, lalu saya lihat rumah ini, berantakan sekali, apa kalian anak-anaknya pernah ke sini untuk menginap sekali saja? Atau seberapa sering kalian ke sini? Saat tahun baru pernahkah kalian ke sini?"

Dia berkata seperti itu. Dia, adiknya sang Nenek.

Tak terima ucapan tak beralasan itu, salah satu menantunya membantahnya. Suasana yang tadinya bahagia berubah sedikit mencekam.

"Kami bukannya tidak pernah ke sini, minimal sebulan sekali kami pasti ke sini. Untuk rumah yang berantakan, Beliau sendiri yang tidak mau jika kami tawarkan pembantu. Jika tahun baru, Beliau juga tidak mau datang bila kami undang, kami datang ke sana pun juga tidak boleh. Beliau bilang, tidak usahlah, atau apalah alasannya"

Jadi ini masih bisa dibilang perayaan ulang tahun? Atau acara provokasi? Seharusnya hal ini tidak usah terjadi. Apabila ada kekesalan di hati sebaiknya ditahan dan diungkapkan pada waktu yang tepat. Untunglah salah satu adik yang lain dari sang Nenek pun "hadir" sebagai "penyelamat keadaan"

"Maaf, saya sebagai adiknya ingin mengungkapkan sesuatu. Mungkin kalian semua berpikir kenapa dia begitu, tidak mau datang ke tempat kalian, tidak mau menerima pembantu, dan sebagainya. Tapi saya melihat hal itu karena dia sangat sayang kepada kalian sampai-sampai dia tidak mau merepotkan kalian sedikit pun"

--- end of the story---

Demikian cerita yang bisa gw sampaikan. Ini cerita antah berantah yang membekas di benak gw.

Menurut gw,

* Bicaralah di saat yang tepat dan dengan kata-kata yang tepat. Apa di saat momen ulang tahun seseorang perlu untuk mengungkit kesalahan? I don't think so karena itu merusak suasana.

* Jangan gampang terprovokasi. Sang menantu yang membantah memang bukan tindakan yang salah tapi sepertinya doi juga ikut terprovokasi. Akan lebih baik jika doi juga tidak ikut emosi dengan mengungkap kesalahan yang lain bahkan lebih parah kesalahan sang Nenek yang berulang tahun. Kata-kata yang tegas dan bijaksana itu seperti "Mari kita instrospeksi diri sendiri, jangan hanya menyalahkan orang lain" sepertinya lebih tepat. Singkat, jelas, padat -- ini bijaksana ato kata-kata provokasi lagi ya? Susah ya jadi orang bijaksana

* Silent is gold sometimes. Dan gw setuju untuk keadaan itu, lebih baik diam. Karena jika kita menghadapi orang gila yang berbicara, kita akan capek sendiri.

Last one

* Terlepas benar atau tidak asumsi sang adik (yang terakhir berbicara), tapi gw belajar kalau memandang sebuah hal tidaklah harus selalu dari sisi negatifnya. Kalau melihat dari sisi positifnya itu rasanya lebih enak didengar dan lebih enak diterima. Ya ga seh?


*ends*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar